Pidato yang Seperti Sebuah Wasiat

Keluhan Demi Keluhan
          Mengeluh adalah satu pekerjaan yang sama sekali tidak ada baiknya. Meski kadangkala mengeluh itu dapat dimaklumi jika yang mengeluh adalah seorang yang dirundung sekian banyak masalah dan ia tidak memiliki kemampuan untuk mengatasinya. Hal itu ibaratnya seperti orang sering berkata tentang sombong, "miskin aja sombong, kaya mending". Dalam pidato seorang ketua dewan pembina, yang kebetulan dia adalah seorang presiden di negeri ini tak lebih yang dapat ditangkap dari pembicaraannya kecuali sekian banyak keluhan. ada keluhan betapa sulitnya dia memimpin bangsa ini ketika dikeroyok mereka yang disebutnya koalisi, dan ada pula keluhan tentag dia yang akan dijatuhkan orang ditengah jalan, baik dalam arti sesungguhnya dicegat, atau dalam arti makna berupa impeach, penggulingan kekuasaan.

Liberal dan Tragis
         Dalam pidato tadi malam itu juga, sempat SBY mengucapkan kata Market Reaction atau reaksi pasar, menyimak kalimat itu saja, tampak sekali apa maksudnya, jika di Indonesia tidak dinaikkan harga BBM itu, pasar dunia akan bereaksi buruk bagi dan terhadap Indonesia. Inilah yang disebut Liberal, tidak berdikari dalam bidang ekonomi. Jika semua akan diikuti saja apa maunya pasar, lebih baik bukan sesiapa-siapa yang menentukan kebijakan yang demikian pentingnya itu, itulah kelirunya beliau sebagai pemimpin menurut saya. ekonomi liberal inilah yang kami sebagai rakyat Indonesia tidak inginkan. Kami, terlepas dari Soekarno yang tenggelam dalam ambisinya memimpin dunia, tetap prinsip berdikarinya itu, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan itu adalah suatu prinsip yang benar dan seharusnya diikuti dengan seksama.
          Prinsip atau jalan pemikiran yang benar ini ketika tidak mampu diterjemahkan oleh seorang yang benar-benar dipilih oleh rakyat negri ini tidak mampu menterjemahkannya dengan tepat, dan malah membujuk rakyat dengan sogokan konstitusional berupa BLSM itu, betapa tidak tragisnya bangsa ini?. atas dasar itulah, jika memang sayang Bapak kepada kami, jangan salahkan kami menuntut sayang bapak kepada kami dengan cara kami sendiri, berbondong-bondong ke jalanan dan berteriak agar bapak mengerti, maaf saja jika hilang malu dan mulia bapak karenanya. Satu tragis yang lain lagi dalam pidato itu, beliau begitu marahnya terhadap kawan-kawan koalisnya namun itu dilampiaskan ketika dia memberikan pendidikan kepada kader-kadernya. ditambah lagi tragis dalam pidato itu, bapak ini menanyakan keberhasilannya kepada orang yang sudah dia tahu apa jawabnya, miris.

Bapak Sampai "Mengurut Dada"

Seperti Sebuah Wasiat
        mencermati hampir secara keselurahan pidato malam tadi itu, layaknya seperti sebuah wasiat begitulah isi dari pidat itu. seakan sadar beliau tidak akan selesai dia menjadi orang nomor satu di negeri ini hingga 2014. disuruhnya anggotanya untuk berani dan berbuat baik, seakan kalau dia berbuat baik sudah tak bisa lagi. dan ditengah pembicaraan ketika itu berupa dialog dia menanyakan akan berhenti ketika itu juga, disitu semakin jelas kalau pidato itu layaknya wasiat. tapi apapun yang saya berkicau tidak jelas ini, orang hebatnya adalah anas. selamat bung, semakin kau kacaukan saja negeri ini. he,. /-:

liat aja sini S B Y - M Z W 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar