Tontonlah Salayok Dunsanak ...
Medley atau Nonstop Lagu Bugih Lamo, Saluang Dangdut Uda Paota jo Lagu Si Dorak-Dorai
Acara Hiburan Katiko Pagelaran Seni Budaya Minangkabau di Kabupaten Kepulauan Anambas
Tanggal 4 dan 5 Mei Patang ko..
Tarimo Kasih Lah Manonton Jan Lupo Bantu Subscribe Like n Share yo Sanak sadonyo..
Mohon Maaf Bana Dek Ketek Indak Taimbaukan Namo dan Gadang Indak Tasabuikkan Gala..
Ciek lai dek puaso lah ka tibo pulo.. mohon maaf dipinto jo rela hati.. mohon baringan sanak mambari..
mohon maaf lahir batin salamaik manjalankan ibadah puaso 1439 H
Muhammad Zikri Waldi
ANGGOTA BARISAN UNTUK MENCIPTAKAN INDONESIA LURUS DAN BENAR
INDONESIA LURUIH BANA
sebuah re-post. Mahasiswa Azhar dimana kini??
"Mahasiswa Al-Azhar kemana perginya?" begitu judul asli tulisan sohibku dibawah ini. Namun, mengingat orang Indonesia yang lebayy dan suka ga tertarik dengan kalimat datar begitu, aku ketengahkan kehadapanmu pembaca budiman dengan kalimat pembuka, Lulusan kampus Luar Negeri hanya jadi agen tiket pesawat terbang.
Benar kata orang,
Indonesia bukan negara Islam terbesar, tapi negara Islam KTP terbesar.
Ngenesin liat dan baca komen serta pemikiran plural, liberal, sekuler orang-orang Indonesia.
Orang awam nya sudah setingkat dengan Irshad Manji, dalil aqli nya menohok. Kalo ditilik lagi, bener kata Nabi, Islam ini akan tinggal nama saja di akhir zaman. Satu persatu menanggalkan keislaman di dirinya.
Phobia Islam, penyakit terganas yang sedang menimpa negara ini. Mereka sangat takut dengan agama, arogansi politik dan sosial masyarakat tidak mau tunduk di bawah bendera Islam.
Pemisahan antara agama dengan negara itu tidak ada ceritanya di agama Islam. Hal ini diadopsi dari zaman pertengahan di Eropa, dimana mereka berusaha memisahkan antara negara dan Dogma Kristen. Dalam hal pengampunan dosa dengan uang yang memihak kaum borjuis misalnya. Hingga terbentuklah sekulerisme.
Sementara Islam tidak pernah memisahkan antara aspek kehidupan. Aktifitas manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, diatur rapi dalam agama ini.
Sangat ditunggu pencerahan dan aksi nyata dari mahasiswa bermanhaj Tawasuth untuk membawa perubahan.
Jangan sampai kita lulus, kemudian sibuk bisnis, jadi agen tiket pesawat terbang, PNS, atau sibuk ngurusi nafkah anak istri, setidaknya luangkan juga waktu untuk meluruskan kembali pikiran masyarakat Indonesia yang keburu berulat kalo dibiarkan terus begini. Banyak media yang bisa dipakai.
Yang masih belajar, mari kita tuntut ilmu dan gapai cita-cita setinggi-tingginya.
Indonesia menunggu para pemikir Islamis yang moderat ...
Yang mampu memeluk semua kalangan, hingga mereka tahu bahwa Islam yang sebenarnya itu seperti apa.
Benar kata orang,
Indonesia bukan negara Islam terbesar, tapi negara Islam KTP terbesar.
Ngenesin liat dan baca komen serta pemikiran plural, liberal, sekuler orang-orang Indonesia.
Orang awam nya sudah setingkat dengan Irshad Manji, dalil aqli nya menohok. Kalo ditilik lagi, bener kata Nabi, Islam ini akan tinggal nama saja di akhir zaman. Satu persatu menanggalkan keislaman di dirinya.
Phobia Islam, penyakit terganas yang sedang menimpa negara ini. Mereka sangat takut dengan agama, arogansi politik dan sosial masyarakat tidak mau tunduk di bawah bendera Islam.
Pemisahan antara agama dengan negara itu tidak ada ceritanya di agama Islam. Hal ini diadopsi dari zaman pertengahan di Eropa, dimana mereka berusaha memisahkan antara negara dan Dogma Kristen. Dalam hal pengampunan dosa dengan uang yang memihak kaum borjuis misalnya. Hingga terbentuklah sekulerisme.
Sementara Islam tidak pernah memisahkan antara aspek kehidupan. Aktifitas manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, diatur rapi dalam agama ini.
Sangat ditunggu pencerahan dan aksi nyata dari mahasiswa bermanhaj Tawasuth untuk membawa perubahan.
Jangan sampai kita lulus, kemudian sibuk bisnis, jadi agen tiket pesawat terbang, PNS, atau sibuk ngurusi nafkah anak istri, setidaknya luangkan juga waktu untuk meluruskan kembali pikiran masyarakat Indonesia yang keburu berulat kalo dibiarkan terus begini. Banyak media yang bisa dipakai.
Yang masih belajar, mari kita tuntut ilmu dan gapai cita-cita setinggi-tingginya.
Indonesia menunggu para pemikir Islamis yang moderat ...
Yang mampu memeluk semua kalangan, hingga mereka tahu bahwa Islam yang sebenarnya itu seperti apa.
Makasih Zakaria, tak hanya tamatan luar negeri tampaknya yang begitu, dalam negeri pun sudah banyak juga yang begitu.. bahkan, adapula yang seakan-akan sudah dipijaknya bumi seluruhnya.. wallahua'lam..
repost; Bung Hatta: DEMOKRASI KITA
Bacalah
kembali buah tangan karangan salah seorang Proklamator Bangsa kita, Muhammad
Athar nama kecilnya. Dia adalah seorang pemimpin sejatinya yang mewarisi
kuatnya tulang punggung Tan Malaka yang tak dapat membungkuk kepada manusia. Dia
adalah seorang pemimpin yang mampu memandang dan memaparkan persoalan dengan
terang dan jelas. Dia adalah seorang solutioner, mengkritik lalu memberikan
jalan keluar. Dia adalah pemimpin yang lahir dari rakyat, yang tak sekalipun
merendahkan harkat martabat manusia, dirinya sendiri maupun rakyat banyak yang
dipimpinnya.
Hari
ini, kita bangsa Indonesia ini sedang menghadapi masa-masa sulit karena
pemimpin2 kita punya sikap yang tidak sehat, gemar korupsi dan berburu jabatan.
Sayang sekali mereka ini tak sadar bahwa perangainya itu benar-benar merugikan
bagi sekalian rakyat yang dipimpinnya. Persoalan korupsi dan maruk jabatan ini
telah dibahas bapak proklamator ini jauh hari sebelum pengalaman kita hari ini
hidup dalam masa-masa sulit perang melawan “korupsi” dan segala turunannya.
Salah
satu buah karangannya, seperti saya sampaikan di atas tadi, berjudul DEMOKRASI
KITA, berikut kembali nukilkan agar menjadi timbangan bagi kita sendiri dan
juga bagi masyarakat luas. Bersama dengan penayangan ulang tulisan itu, saya
semaikan harapan agar mampu kita menginsafi diri bahwa kita hidup bukan untuk
menjadi masalah, tapi kita hidup untuk mengerti masalah dan menjadi solusi bagi
masalah. Untuk itu, saya ucapkan selamat membaca dan menghayati!
=====================================
DEMOKRASI
KITA
OLEH
:
DR.
MOHAMMAD HATTA
PENDJELASAN
Buku
Bung Hatta “Demokrasi Kita” ini ditulis pada tahun 1960 dan dimuat dalam
madjallah Islam jang saja pimpin “Pandji Masjarakat”. Penilaian politik jang
dikemukakan oleh Bung Hatta ini mendapat perhatian penuh dari peminat-peminat
politik, baik didalam ataupun diluar negeri.
Tetapi
apa jang dibajangkan Bung Hatta dalam buku tersebut, bahwa demokrasi sedjak
waktu itu sedang terantjam dinegeri kita, telah berlaku keatas madjallah jang
memuat tulisan itu; “Pandji Masjarakat” dilarang terbit dan keluar pula
larangan membatja, menjiarkan, bahkan menjimpan buku itu. Satu fikiran jang brilliant
dari salah seorang Proklamator Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dilarang
keras membatja, dan diantjam hukum barang siapa terdapat menjimpannja.
Sekarang
keadaan sudah berobah, angkatan 66 jang menuntut ke’adilan dan menentang
kezaliman telah bangkit, angin baru telah bertiup. Buku ini diterbitkan kembali
dengan izin jang chas dari penulisnja sendiri.
Bagi
saja adalah satu obat penawar karena buku ini dikeluarkan setelah saja
dibebaskan dari tahanan berdjumlah dua tahun empat bulan (27 Djanuari ’64
sampai 26 Mei ’66) karena fitnah prolog Gestapu/P.K.I. dan B.P.I. Tahanan
karena fitnah, jang mendjadi adat kebiasaan dizaman kepemimpinan negara masa
lampau itu.
Moga2 dengan terbitnja kembali buku ini, dizaman
angin baru bagi negara kita telah bertiup dan semangat angkatan ’66 telah
bangkit, keadaan jang muram, suram dan seram jang telah lau itu tidak terulang
lagi.
HAMKA
Djakrta 1 Djuni 1966
=====================================
DEMOKRASI
KITA
Sedjarah
Indonesia sedjak 10 tahun jang achir ini banjak memperlihatkan pertentangan
antara idealism dan realita. Idealisme, jang mentjiptakan suatu pemerintahan
jang adil jang akan melaksanakan demokrasi jang sebaik-baiknja dan kemakmuran
rakjat jang sebesar-besanja.
Realita
dari pemerintahan, jang dalam perkembangannja kelihatan makin djauh dari
demokrasi jang sebenarnja.
TINDAKAN-TINDAKAN
PRESIDEN
Apalagi
sedjak dua tiga tahun jang achir ini kelihatan benar tindakan-tindakan
pemerintah jang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Presiden, jang menurut
Undand-undang Dasar tahun 1950 adalah Presiden konstitusionil jang tidak
bertanggung djawab dan tidak dapat diganggu-gugat, mengangkat dirinja sendiri
sebagai formatir kabinet. Dengan itu ia melakukan tindakan jang bertanggung
djawab dengan tiada memikul tanggung djawab. Pemerintah jang dibentuk dengan
tjara jang gandjil itu diterima begitu sadja oleh Parlemen dengan tiada
menjatakan keberatan jang prinsipiil. Malahan ada jang membela tindakan
Presiden itu dengan dalil “keadaan darurat”.
Kemudian
Presiden Soekarno membubarkan Konstituante jang dipilih oleh rakjat, sebelum
pekerdjaannja membuat Undang-Undang Dasar baru selesai. Dengan suatu dekrit
dinjatakannja berlakunja kembali Undang-Undang Dasar tahun1945.
Menurut
Undang-Undang Dasar ’45 itu Presiden Republik Indonesia adalah kepala exekutif.
Parlemen jang ada menurut Undang-Undang Dasar 1950 dan tersusun menurut pemilihan
umum pada tahun 1955 diakui sebagai Dewan Perwakilan Rakjat sementara sampai
terbentuk Dewan Perwakilan Rakjat baru berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
Sungguhpun tindakan Presiden itu bertentangan dengan Konstitusi dan merupakan
satu coup d’etat, ia dibenarkan oleh partai-partai dan suara jang
terbanjak didalam Dewan Perwakilan Rakjat. Golongan minorita menganggap
perbuatan Presiden itu sebagai suatu tindak-perkosa, tetapi menjesuaikan
dirinja kepada kenjataan jang baru itu. Dengan pendirian sedemikian Dewan
Perwakilan Rakjat sudah melepaskan sendiri hak-kelahirannja.
Tidak
lama sesudah itu Presiden Soekarno melangkah selangkah lagi, setelah timbul
perselisihan dengan Dewan Perwakilan Rakjat tentang djumlah anggaran belandja.
Dengan suatu penetapan Presiden Dewan Perwakilan Rakjat dibubarkan dan
disusunnja suatu dewan Perwakilan Rakjat baru menurut konsepsinja sendiri.
Dewan Perwakilan Rakjat baru itu anggota-anggotanja 261 orang, separoh terdiri
dari anggota-anggota partai dan separoh lagi dari apa jang disebut golongan
fungsionil, jaitu buruh, tani, pemuda, wanita, alim-ulama, tjendikiawan,
tentera dan polisi. Semua anggota ditundjuk oleh Presiden. Anggota-anggota
partai jang 130 orang itu sebagian besar dpilihnja sendiri dari anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakjat jang bersidang sampai sekarang, dengan menjingkirkan
sama sekali anggota-anggota jang termasuk golongan oposisi.
TUGAS
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
Presiden
Soekarno mendasarkan segala tindakannja itu diatas pendapat, bahwa revolusi
Indonesia untuk melaksanakan Indonesia jang adil dan makmur belum selesai.
Sebelum tertjapai Indonesia jang adil dan makmur, revolusi masih berdjalan
terus dan segala susunan jang ada itu bersifat sementara. Ia, katanja, tidak
menentang demokrasi, malahan menudju demokrasi jang sebenarnja, jaitu demokrasi
gotong-royong seperti jang terdapat dalam masjarakat Indonesia jang asli. Ia
mentjela demokrasi tjara Barat jang berdasarkan free fight,
hantam-menghantam, jang sebegitu djauh dipraktikkan di Indonesia. Free fight
democracy ini menimbulkan menimbulkan perpetjahan nasional, sehingga
usaha-usaha pembangunan djadi terlantar.
Demokrasi
liberal itu hendak digantinja dengan apa jang disebutnja demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin, seperti jang dimaksudnja itu ialah suatu tjara bekerdja
jang melaksanakan suatu program pembangunan jang direntjanakan dengan suatu
tindakan jang kuat dibawah suatu pimpinan. Tjita-tjita itu harus didukung oleh
kerdjasama jang baik antara empat golongan besar jang berpengaruh didalam
masjarakat, jaitu golongan-golongan nasionalis, Islam, komunisme dan tentera.
Titik berat dari pada pemerintahan dan
perundang-undangan tidak lagi terletak pada Parlemen, melainkan pada dua badan
baru jaitu Dewan Nasional, jang sekarang berubah mendjadi Dewan Pertimbangan
Agung dan Dewan Perantjang Nasional.
Dalam
sistem ini Dewan Perwakilan Rakjat tugasnja hanja memberikan dasar hukum sadja
kepada keputusan-keputusan jang telah ditetapkan oleh Pemerintah, berdasarkan
pertimbagan-pertimbangan atau usul dari dua badan tersebut tadi. Dengan tjara
begitu, menurut pendapat Soekarno, segala perundingan dapat berlaku dengan
tjepat, dengan tiada bertele-tele seperti jang terdjadi didalam Dewan
Perwakilan Rakjat sampai sekarang. Kedua badan tersebut, Dewan Pertimbangan Agung
dan Dewan Perantjang Nasional, berhubung dengan susunannja seperti jang
ditentukan sendiri oleh Presiden Soekarno, bisa merupakan suatu ,,preasure
group”, golongan pendesak.
Tetapi
dengan perubahan Dewan Perwakilan Rakjat jang terdjadi sekarang, dimana semua
anggota ditundjuk oleh Presiden, lenjaplah sisa-sisa demokrasi jang
penghabisan. Demokrasi terpimpin mendjadi suatu DIKTATUR’ jang didukung oleh
golongan-golongan jang tertentu.
KRISIS
DEMOKRASI
Oleh
karena itu, tidak heran kalau banjak orang menjangka, bahwa demokrasi lenjap
dari Indonesia. Tetapi pendapat sematjam itu tidak benar. Itu suatu pendapat
jang diperoleh dari penglihatan sepintas lalu sadja atas proses politik jang
berlaku di Indonesia sedjak beberapa tahun jang achir ini. Demokrasi bisa tertindas
sementara waktu karena kesalahnnja sendiri, tetapi setelah ia mengalami tjobaan
jang pahit, ia akan muntjul kembali dengan penuh keinsjafan. Berlainan dari
pada beberapa negeri lainnja di Asia, demokrasi disini berurat-berakar didalam
pergaulan hidup. Sebab itu ia tidak dapat dilenjapkan untuk selama-lamanja.
Apa
jang terjadi sekarang ialah KRISIS dari pada demokrasi. Atau demokrasi didalam
krisis. Demokrasi jang tidak kenal batas kemerdekaannja lupa sjarat-sjarat
hidupnja dan melulu mendjadi anarki lambat laun akan digantikan oleh diktatur. Ini adalah hukum besi dari pada
sedjarah dunia! Tindakan Soekarno jang begitu djauh menjimpang dari dasar-dasar
konstitusi adalah akibat dari pada krisis demokrasi itu.
Demokrasi
dapat berdjalan baik, apabila ada rasa tanggung djawab dan toleransi pada
pemimpin-pemimpin politik. Inilah jang kurang pada pemimpim-pemimpin partai
seperti jang telah berulang kali saja peringatkan. Pada permulaan kemerdekaan,
sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, orang merasai benar-benar tanggung
djawabnja. Tetapi setelah kemerdekaan itu diakui oleh seluruh dunia, sebagai
hasil dari pada Konperensi Medja Bundar di Den Haag pada achir tahun 1949,
orang lupakan sjarat-sjarat membangun demokrassi didalam praktik.
Semangat
jang ultra-demokratis jang meradjalela dalam dada pemimpin-pemimpin partai
mengubah sistem pemerintahan dari pemerintah presidensiil jang tertanam didalam
Undang-Undang Dasar 1945 mendjaji kabinet parlementer. Sistim kabinet
parlementer seperti jang berlaku di Eropah Barat, dimana pemerintah bertanggung
djawab kepada Parlemen, orang anggap lebih demokratis dari sistim pemerintah
presidensiil. Orang lupa, bahwa Indonesia dalam masa peralihan ke pemerintaha
nasional jang demokratis perlu akan suatu pemerintah jang kuat. Sedjarah
Indonesia sedjak proklamasi 17 Agustus 1945 menjatakan bahwa pemerintah jang
kuat di Indonesia ialah pemerintah presidensiil dibawah dwitunggal
Soekarno-Hatta. Lahirnja idée dwitunggal diwaktu itu bukanlah suatu hal jang
dibuat-buat, melainkan suatu kenjataan jang dikehendaki oleh keadaan.
Dimasa
Republik Indonesia jang pertam itu telah ditjoba mengubah sistim pemerintah
presidensiil mendjadi sistim kabinet parlementer jang dipimpin oleh seorang
perdana menteri, jang bertanggung djawab kepada Badan Pekerdja Komite Nasional
Pusat. Alasan jang dikemukakan ialah supaja Presiden dan Wakil Presiden tetap
dan tidak terganggu gugat dalam memimpin negara. Presiden dan Wakil Presiden
diperlindungi oleh Kabinet jang betanggung djawab politik, jang setiap waktu dapat
diganti kalau perlu. Tetapi dalam praktik ternjata, bahwa bukan kabinet jang
memperlindungi Presiden dan Wakil Presiden, memagari mereka dengan tanggung
djawabnja, melainkan sebaliknja. Dimana-mana Presiden dan Wakil Presiden harus
bertindak dengan mempergunakan kewibaannja untuk memperlindungi kabinet dari
ketjaman dan serangan rakjat jang tidak puas. Sampai kedalam sidang Komite Nasional
Pusat Wakil Presiden terpaksa bersuara untuk mempertahankan politik Pemerintah
jang digugat dan diketjam sehebat-hebatnja oleh berbagai golongan didalamnja.
Dan pada saat jang genting seperti dengan peristiwa 3 Djuli 1946 orang
berpegang kembali kepada kabinet presidensiil. Demikian djuga sesudah penanda
tanganan Perdjanjian Renville pada permulaan tahun 1948, jang menimbulkan
perpetjahan besar dan pertentangan politik jang hebat dalam masjarakat, orang
kembali kepada pemerintah presidensiil dibawah Wakil Presiden. Pemerintah
itulah jang stabil sampai pada pemulihan kedaulatan pada achir tahun 1949 oleh
Nederland.
Tetapi
sesudah itu semangat ultra-demokratis muntjul kembali. Dalam Undang-Undang
Dasar 1950 ditetapkan sistim kabinet parlementer. Dwitunggal Soekarno-Hatta
didjadikan symbol negara belaka dalam kedudukan Presiden dan Wakil Presiden
jang konstitusionil, jang tidak dapat diganggu-gugat. ,,Menteri-Menteri
bertanggung djawab atas seluruh kebidjaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama
untuk seluruhnja maupun masing-masing untuk bagiannja sendiri-sendiri”. Dan
mulai saat itu tamatlah pada hakekatnja sedjarah dwitunggal dalam politik
Indonesia.
PELAKSANAAN
DEMOKRASI
Negara
baru jang dibentuk dari mengganbungkan 16 bagian negara bagian Republik
Indonesia Serikat menurut putusan K.M.B. mendjadi suatu negara kesatuan jang
daerahnja meliputi seluruh Indonesia dengan Irian Barat sebagai daerah
sengketa, ~ negara baru ini akan menghadapi seribu satu soal dan kesulitan.
Djusteru pada saat itu dua orang jang benar-benar mempunjai kewibawaan dari
pimpinan negara jang riil dan didjadikan symbol belaka.
Sebenarnja
ada suatu pertentangan perasaan dari dalam jang sukar mengatasi. Sistim
dwitunggal itu sudah mendjadi suatu mitos jang mempengaruhi djalan pikiran
bangsa kita. Dalam alam pikiran rakjat jang banjak, segala kesulitan akan dapat
diatasi selama dwitunggal itu berada diatas putjuk pimpinan negara. Sebaliknja
orang ingin mempunjai suatu sistim pemerintahan jang lebih demokratis, jaitu
dimana Pemerintah bertanggung djawab kepada Parlemen setiap waktu. Menurut
djalan pikiran ini, diantara badan-badan jang kerdjasama dalam melakukan
pemerintahan, Parlemen dan Pemerintah, Parlemenlah jang terkuat. Sistim itu
tidak djalan terhadap dwitunggal dengan kewibawaanja jang besar terhadap
rakjat. Dalam pada itu ada pula aliran jang berpendapat, bahwa figur orang jang
dua itu akan mendjadi penghalang bagi tenaga-tenaga politik baru untuk madju
kemuka. Ini merugikan bagi latihan demokrasi. Sebab itu perlu mereka meluangkan
tempat dalam kekuasaan politik bagi pemimpin-pemimpin jang lain itu.
Segala
pertimbangan itu melupakan kepentingan jang lebih besar dan mendesak diwaktu
itu, jaitu bahwa negara perlu akan suatu pemerintah jang kuat jang mempunjai
kewibawaan besar untuk mengatasi berbagai kesulitan.
Salah
satu dari jang terutama ialah bahwa tjita-tjita demokrasi memang ada di
Indonesia, tetapi pelaksaannjalah jang kurang. Selain dari itu pengalaman dalam
pemerintahan demokrasi sedikit sekali; diluar daerah Republik Indonesia jang
pertama jang hanja meliputi Djawa dan Sumatera hampir tidak ada.
Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang pertama kali mewakili seluruh
Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1950 bukanlah anggota jang dipilih oleh
rakjat, melainkan diangkat oleh Pemerintah negara-negara bagian lama. Lebih
dari separoh berasal dari pegawai negeri jang dalam zaman Hindia Belanda tidak
mempunjai pengalaman politik.
Sebab
itu tidak mengherankan, kalau didalam Dewan Perwakilan Rakjat itu djumlah
partai politik mangkin lama mangkin banjak. Achirnja terdapat 19 buah. Orang
dapat mengira betapa sulitnja membentuk suatu Pemerintah jang akan memperoleh
dukungan oleh suara jang terbanjak didalam Dewan Perwakilan Rakjat. Tiap-tiap
pemerintah mempunjai tjorak koalisi, tersusun dari sedikit-dikitnja 7 atau 8
partai. Alangkah sulitnja menjusun program bersama dan menjetudjui orang-oran
jang akan duduk sebagai menteri. Dan kalau pemerintah sudah berdjalan dan
kemudian ada partai dalam koalisi itu jang tidak mendapat kepuasan, lalu ia
menarik menterinja keluar. Maka timbullah krisis kabinet. Kabinet djatuh karena
kelemahan dari dalam, bukan karena votum dalam Dewan Perwakilan Rakjat.
Berkali-kali Pemerintah mengundurkan diri, tapi belum ada jang djatuh dimuka
Parlemen karena salah suatu votum tidak-pertjaja. Dengan sendirinja
pemerintah-pemerintah sematjam itu, jang setiap waktu menghadapi soal politik
didalam dan diluar Dewan Perwakilan Rakjat, tidak tjukup mempunjai kesempatan
untuk memikirkan soal ekonomi dan pembangunan. Rentjana jang diperbuat sudah
terlantar lagi kalau Pemerintah sudah djatuh. Pemerintah jang menggantikanja
memikirkan lagi rentjana baru.
Sesudah
pemilihan umum tahu 1955 djumlah partai itu tidak berkurang, malahan bertambah
sampai 28. Ini disebabkan oleh sistim pemilu jang terlalu demokratis.
Sebenarnja tiga partai jang terbesar jang didalam Dewan Perwakilan Rakjat,
jaitu P.N.I., Masjumi, dan Nahdatul Ulama memperoleh suara terbanjak jang
mutlak, tetapi diantara Masjumi dan dua lainnja itu sukar mentjapai persesuaian
paham.
Kalau
dinegeri-negeri jang sudah lama mendjalankan demokrasi masih terdapat perbuatan
jang menjalah-gunakan kekuasaan, apalagi di negeri jang masih muda seperti
Indonesia. Bagi beberapa golongan mendjadi pemerintah berarti ,, membagi
rezeki”. Golonghan sendiri dikemukakan, masjarakat dilupakan. Seorang menteri
memperoleh tugas dari partainja untuk melakukan tindakan-tindakan jang memberi
keuntungan bagi partainja. Seorang menteri perekonomian misalnja mendjalankan
tugasnja itu dengan memberikan lisensi dengan bajaran jang tertentu untuk kas
partainja. Atau dalam pembagian lisensi itu kepada pedagang dan importer atau
exporter, orang jang separtai dengan dia didahulukannja. Keperluan uang untuk
biaja pemilihan umum mendjadi sebab ketjurangan itu.
Partai
jang pada hakekatnja alat untuk menjusun pendapat umum setjara teratur, agar
supaja rakjat beladjar merasa tanggung djawabnja sebagai pemangku negara dan
anggota masjarakat, ~ partai itu didjadikan tujuan dan negara mendjadi alatnja.
Djuga
dalam hal menempatkan pegawai didalam dan diluar negeri orang lupa akan dasar
tanggung djawab dan toleransi dalam demokrasi. Seringkali keanggotaan partai
mendjadi ukuran, bukan dasar ,,the right man in the right place”. Pegawai jang
tidak berpartai atau partainja duduk dibangku oposisi merasa kehilangan
pegangan dan mendjadi patah hati. Ini merusak ketenteraman djiwa bekerdja,
mendorong orang kedjalan tjurang dan korupsi mental.aturan memperkuat budi
pekerti, karakter pegawai, dengan politik kepartaian itu orang menghidupkan
jang sebaliknja, mengasuh orang luntur karakter. Achirnja orang masuk partai
bukan karena kejakinan, melainkan karena ingin memperoleh djaminan.
Suasana
politik sematjam itu memberi kesempatan kepada berbagai djenis petualang
politik dan ekonomi serta manusia profetir madju kemuka. Segala pergerakan dan
sembojan nasional diperalatkan mereka, partai-partai politik ditunggangginja,
untuk mentjapai kepentingan mereka sendiri. Maka timbullah anarki dalam politik
dan ekonomi. Kelandjutannja, korupsi dan demoralisasi meradjalela.
DEMOKRASI
DAN DIKTATUR
Dimana-mana
orang merasa tak puas. Pembangunan dirasakan tidak berdjalan sebagaimana
mestinja, seperti jang diharapkan. Kemakmuran rakjat jang ditjita-tjitakan
masih djauh sadja, sedangkan nilai uang makin merosot. Rentjana jang terlantar
banjak sekali. Keruntuhan dan kehantjuran barang-barang kapital tampak
dimana-mana, seperti rusaknja jalan raja, irigasi, pelabuhan, berkembangnja
irosi dan lain-lain.
Pembangunan
demokrasi pun terlantar karena pertjektjokan politik senantiasa. Indonesia jang
adil jang ditunggu-tunggu masih djauh sadja. Pelaksanaan autonomi daerah dengan
urusan keuangan sendiri jang lama sekali menunngu mendjadi sebab timbulnja
pergolakan daerah.
Daerah-daerah
jang begitu banjak menghasilkan devisen buat negara, sedangkan mereka tidak
melihat pembangunan didaerahnja, mulai menentang pemerintah pusat.
Sudah
lebih dahulu angkatan perang merasa tak puas dengan djalannja pemerintahan
ditangan partai-partai. Pertjektjokan politik dipusat besar pengaruhnja
kebawah. Pada daearh-daerah jang belum aman gerakan gerombolan makin mendjadi.
Semuanja harus dihadapi oleh tentera. Atruan menjiapkan diri tugasnja jang
sebenarnja, jaitu melatih diri dan mengadakan perlengkapan untuk menghadapi
musuh dari luar, ia terus-menerus sadja disuruh melakukan tugas polisi kedalam.
Pada tahun 1952 pernah pimpinan angkatan perang memohon kepada Presiden supaja
Presiden sudi mengachiri tjara Dewan Perwakilan Rakjat bekerdja jang selalu
menimbulkan politik jang tidak stabil. Petisi itu tidak berhasil, sebab
Presiden menundjukkan kepada kedudukkannja sebagai Kepala Negara jang
Konstitusionil.
Achirnja
pesertaan tentera dengan gerakan rakjat pada beberapa daerah untuk menentang
pemerintah pusat memaksa Pemerintah pusat mengumumkan keadaan bahaja. Sedjak
itu mulailah tjampur tangan angkatan perang dalam pemerintahan. Persengketaan
tentang Irian Barat jang makin memuntjak memberi kesempatan kepada beberapa
golongan pemuda untuk mengambil alih beberapa perusahaan Belanda jang ada di
Indonesia. Untuk menghidarkan kekatjauan Pemerintah memberi tugas kepada
angkatan perang untuk mengawasi semuanja itu. Dengan begitu bertambah luaslah
kekuasaan dan tnggung djawab jang diberikan kepada tentera. Kalau mereka jang
haru bertanggung djawab dalam berbagai bidang, keamanan dan keselamatan umum,
maka menurut pendapat mereka sudah selajaknja mereka ikut serta dalam
pemerintahan negara. Untuk menanggalkan kekuasaan partai-partai politik dalam
pemerintah, tentera mengandjurkan idée : kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
dengan sistim Kabinet Presidensiil. Tjita-tjita itu disokong oleh beberapa
golongan ketjil jang merasa berdjasa dalam revolusi tahun 1945 tetapi tak
pernah terhitung dalam politik selama itu. Sudah tentu dengan interpretasi
sendiri,! Dari kanan dan kiri Presiden didesak supaja mengambil tindakan jang
tegas untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Tindak anti konstitusionil
diandjurkan!
Maka
terjadilah peristiwa jang disebut tadi pada permulaan karangan ini.
Perkembangan politik jang berachir dengan kekatjauan, demokrasi jang berachir
berakhir dengan anarki membuka djalan untuk lawannja: diktatur. Seperti
diperingatkan tadi, ini adalah hukum besi dari pada sedjarah dunia. Tetapi
sedjarah dunia memberi pentundjuk pula bahwa diktatur jang bergantung kepada
kewibawaan orang seorang tidak lama umurnja. Sebab itu pula sistim jang
dilahirkan Soekarno itu tidak akan lebih pandjang umurnja dari Soekarno
sendiri. Umur manusia terbatas. Apabila Soekarno sudah tidak ada lagi, maka
sistimnja itu akan rubuh dengan sendirinja seperti suatu rumah dari kartu.
Tidak ada seorang juga dari team kerdjasama jang diadakanja itu jang mempunjai
caliber dan kewibawaan untuk meneruskannja. Tidak ada pula bajangan dalam
masjarakat, bahwa sistim itu disukai orang.
KONSEPSI
SOEKARNO
Kalau
kita perhatikan golongan-golongan dalam Dewan Perwakilan Rakjat gotong-rojong
itu, jang akan mendukung sistim Soekarno, disitu tidak ada homogenita. Malahan
mereka itu terdiri dari berbagai aliran jang bertentangan satu sama lain, jang
batas-membatasi dan hambat-menghambat. Mereka dapat kerdjasama dengan
musjawarah, karena ada soekarno jang menentukan dan mereka meng-ia-kan.
Dalam
keadaan jang sematjam itu, tenaga-tenaga demokrasi dalam masjarakat terpaksa
menunggu dengan sabar, apa jang akan dilahirkan oleh konsepsi Soekarno itu.
Selama politiknja didukung oleh aliran-aliran jang terbesar djumlahnja dan
golongan jang berkuasa, semuanja dengan semangat totaliter, aliran demokrasi
tidak dapat berbuat apa-apa. Semangat totaliter sedang kuat berhubung dengan
pemberontakan pada daerah.
Bagi
saja jang lama bertengkar denga Soekarno tentang bentuk dan susunan
pemerintahan jang efisien, ada baiknja diberikan fair chance dalam waktu jang
lajak kepada Presiden Soekarno untuk mengalami sendiri, apakah sistimnja itu
akan mendjadi suatu sukses atau suatu kegagalan. Sikap ini saja ambil sedjak
perundingan kami jang tidak berhasil kira-kira dua tahun jang lalu. Ada ukuran
jang objektif jang akan menentukan dalam hal ini. Tertjapailah atau tidak
kemakmuran rakjat dengan itu, kemakmuran rakjat jang Soekarno sendiri djuga
mentjiptakannja dengan sepenuh-penuhnja fantasinja? Sanggupkah ia menahan
kemerosotan taraf hidup rakjat dalam tempoh jang singkat? Dapatkah ia menjetop
inflasi jang terus-menerus dalam waktu jang tidak terlalu lama, inflasi jang
membuat orang putus harapan?
Itulah
ukuran jang objektif jang tepat terhadap konsepsinja itu!
Bahwa
Soekarno seorang patriot jang tjinta pada tanah airnja dan ingin melihat
Indonesia jang adil dan makmur selekas-lekasnja, itu tidak dapat disangkal. Dan
itulah barangkali motif jang terutama baginja untuk melakukan tindakan jang
luar biasa itu, dengan tanggung djawab sepenuhnja pada dirinja. Tjuma,
berhubung dengan tabiatnja dan pembawaannja, dalam segala tjiptaannja ia
memandang garis besarnja sadja. Hal-hal jang mengenai detail, jang mungkin
menjangkut dan menentukan dalam pelaksanaannja, tidak dihiraukannja. Sebab itu
ia sering mentjapai jang sebaliknja dari jang ditudjunja.
Dalam
suatu kritik terhadap konsepsinja kira-kira tiga tahun jang lalu saja
bandingkan dia dengan Mephistopheles dalam hikajat Goethe’s faust. Apabila
Mephistopheles berkata, bahwa dia adalah ,,ein Teil jener Kräfte, die stets das
Böse will und stets das Gute schafft” ~satu bagian dari suatu tenaga jang
selalu jang mengkehendaki jang buruk dan selalu menghasilkan jang baik~,
Soekarno adalah kebalikan dari gambaran itu. Tudjuannja selalu baik, tetapi
langkah-langkah jang diambilnja kerapkali mendjauhkan dia dari tudjuannja itu.
Dan sistim diktatur jang diadakannja sekarang atas nama demokrasi terpimpin
akan membawa ia kepada keadaan jang bertentangan dengan tjita-tjitanja selama
ini.
Tadi
saja katakana, bahwa demokrasi tidak akan lenjap dari Indonesia. Mungkin ia
tersingkir sementara, seperti kelihatan sekarang ini, tetapi ia akan kembali
dengan tegapnja. Memang tak mudah membangun suatu demokrasi di Indonesia jang
lantjar djalannja. Tetapi bahwa ia akan muntjul kembali, itu tidak dapat
dibantah.
Ada
dua hal jang memberikan kejakinan itu kepada saja. Pertama, tjita-tjita
demokrasi jang hidup dalam pergerakan hidup kebangsaan dimasa pendjadjahan
Indonesia dahulu, jang memberikan semangat kepada perdjuangan kemerdekaan.
Kedua, pergaulan hidup Indonesia jang asli jang berdasarkan demokrasi, jang
sampai sekarang masih terdapat didalam desa Indonesia.
Sudah
biasa dalam sedjarah, bahwa tjita-tjita jang murni dan indah tentang pergaulan
hidup manusia dan bangsa lahir dalam masa penderitaan. Rakjat Indonesia
menderita, berabad-abad lamanja, dibawah pendjadjahan Belanda. Kesengsaraan
hidup, penghinaan bangsa oleh berbagai peraturan diskriminasi, pemerasan
nasional dibawah suatu kekuasaan autokrasi colonial, sifat pemerintahan
djadjahan sebagai suatu negara-polisi jang menindas segala tjita-tjita
kemerdekaan, ~semuanja itu menghidupkan dalam pangkuan pergerakan kebangsaan
tjita-tjita tentang persatuan Indonesia, peri-kemanusiaan, demokrasi dan
keadilan sosial. Semuanja itu tergaris sedalam-dalamnja dalam djiwa rakyat
Indonesia, sekalipun mereka hanja sanggup menjatakannja setjara pasif. Tetapi
didalam kalbu orang pergerakan tjita-tjita itu hidup sebagai keinsjafan hukum,
jang harus memberi tjorak kepada Indonesia Merdeka.
Sedjak
masa pendjadjahan ditjiptakan, bahwa Indonesia Merdeka dimasa datang mestilah
NEGARA NASIONAL, bersatu dan tidak terpisah-pisah. Ia bebas dari pendjadjahan
asing dalam rupa apapun djuga, politik maupun ideologi. Dasar-dasar
peri-kemanusiaan harus terlaksana dalam segala segi penghidupan, dalam
perhubungan antara orang dengan orang, antara madjikan dan buruh, antara bangsa
dan bangsa. Lahir dalam perdjuangan menentang pendjadjahan, tjita-tjita
peri-kemanusiaan tidak sadja bersifat anti-kolonial dan anti-imperialis, tetapi
djuga menudju kebebasan manusia dari segala tindasan. Pergaulan hidup harus
diliputi oleh suasana kekeluargaan dan persaudaraan. Literatur sosialis jang
banjak dibatja dan pergerakan kaum buruh Barat jang dilihat dari djauh dan dari
dekat, memperkuat tjita-tjita itu mendjadi kejakinan.
DEMOKRASI
INDONESIA
Pengalaman
dengan pemerintahan autokrasi kolonial dalam bentuk negara-polisi menghidupkan
dalam kalbu pemimpin dan rakjat Indonesia tjita-tjita negara hukum jang
demokratis. Negara itu haruslah berbentuk Republik berdasarkan Kedaulatan
Rakjat. Tetapi Kedaulatan Rakjat jang dipahamkan dan dipropagandakan dalam
kalangan pergerakan nasional berlainan dengan konsep Rousseau jang bersifat
individualisme. Kedaulatan Rakjat tjiptaan Indonesia harus berakar dalam
pergaulan hidup sendiri jang bertjorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus
pula perkembangan dari pada demokrasi Indonesia jang asli. Semangat kebangsaan
jang tumbuh sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat, memperkuat pula
keinginan untuk mentjari sendi-sendi bagi negara nasional jang akan dibangun
kedalam masjarakat sendiri. Demokrasi Barat à priori ditolak.
Dalam
mempeladjari Revolusi Perantjis 1789 jang terkenal sebagai sumber demokrasi
Barat, ternjata bahwa trilogy ,,kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” 3 jang
mendjadi sembojannja, tidak terjadi dalam praktik. Itu tidak mengherankan,
karena Revolusi Perantjis meletus sebagai revolusi individuil untuk kemerdekaan
orang-seorang dari ikatan feodalisme. Kemerdekaan individu diutamakan. Dalam
merealisasinja orang lupa akan rangkaiannja dengan persamaan dan persaudaraan.
Selagi
Revolusi Perantjis tudjuannja hendak melaksanakan tjita-tjita sama rata sama
rasa –sebab itu disebelah kemerdekaan individu dikemukakan persamaan dan
persaudaraan-, demokrasi jang dipraktikkan hanja membawa persamaan politik.
Itupun terdjadi berangsur-angsur. Dalam politik hak seorang sama dengan jang
lain; kaja dan miskin, laki-laki dan
perempuan sama-sama mempunjai hak untuk memilih dan dipilih mendjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakjat. Tetapi lebih dari itu tidak ada persamaan. Dalam
perekonomian tetap berlaku dasar tidak sama. Malahan dengan berkobarnja
semangat individualisme, jang dihidupkan oleh Revolusi Perantjis, kapitalisme
subur tumbuhnja. Pertentangan kelas bertambah hebat. Dimana ada pertentangan
jang hebat antara berbagai kepentingan, dimana ada golongan jang menindas dan
ditindas, disitu sukar didapat persaudaraan.
Njatalah
sekarang bahwa demokrasi jang sematjam itu tidak sesuai dengan tjita-tjita
perdjuangan Indonesia jang mentjiptakan terlaksananja dasar-dasar
peri-kemanusian dan keadilan sosial. Demokrasi politik sadja tidak dapat
melaksanakan persamaan dan persaudaraan. disebelah demokrasi politik harus pula
berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan
persaudaraan belum ada. Sebab itu tjita-tjita demokrasi Indonesia ialah
demokrasi sosial, meliputi seluruh lingkungan hidup jang menentukan nasib
manusia. Tjita-tjita keadilan jang terbajang dimuka, dijadjikan program untuk
dilaksanakan didalam praktik hidup nasional dikemudian hari.
Djika
ditilik benar-benar, ada tiga sumber jang menghidupkan tjita-tjita demokrasi
sosial itu dalam kalbu pemimpin-pemimpin dimasa itu. Pertama, paham sosialis
Barat, jang menarik perhatian mereka karena dasar-dasar peri-kemanusiaan jang
dibelanja menjadjadi tudjuannja. Kedua, adjaran Islam, jang menuntut kebenaran
dan keadilan Ilahi dalam masjarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai machluk Tuhan,
sesuai dengan sifat Allah jang Pengasih dan Penjajang. Ketiga, pengetahuan
bahwa masjarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme. Paduan semuanja itu hanja
memperkuat kejakinan, bahwa bangun demokrasi jang akan mendjadi dasar
pemerintah Indonesia dikemudian hari haruslah suatu perkembangan dari pada
demokrasi asli, jang berlaku didalam desa Indonesia.
Negara
Indonesia adalah negara feudal, jang dikuasai oleh radja autocrat. Sungguhpun
begitu didalam desa-desa sistim demokrasi terus berlaku, tumbuh dan hidup
sebagai adat-istiadat. Bukti ini menanam kejakinan, bahwa demokrasi Indonesia
jang asli kuat bertaha, liat hidupnja. Seperti kata pepatah minangkabau ,,indak
lakang dek paneh, indak lapuak dek udjan”.
Demokrasi
itu di-idealisir dalam pergerakan kebangsaan dahulu. Dan orang tjoba membuat
konsepsi demokrasi Indonesia jang modern, berdasarkan demokrasi jang asli itu.
Analisa
sosial menundjukkan, bahwa demokrasi asli Indonesia kuat bertahan dibawah
feodalisme, karena tanah sebagai faktor produksi jang terpenting adalah milik
bersama kepunjaan masyarakat desa. Bukan kepunjaan Radja. Dan sejarah sosial
dibenua Barat memperlihatkan, bahwa pada zaman feodalisme milik tanah adalah
dasar kemerdekaan dan kekuasaan. Siapa jang hilang haknja atas tanah, hilang
kemerdekaannja. Ia terpaksa menggantungkan hidupnja kepada orang lain; ia
mendjadi budak dipekarangan tuan tanah.
Oleh
karena dalam Indonesia dahulu kala milik tanah adalah pada masjarakat desa,
maka demokrasi desa boleh ditindas hidupnja oleh kekuasaan feodal jang
meliputinja dari atas, tetapi tidak dapat dilenjapkan. Berdasarkan milik
bersama atas tanah, tiap-tiap orang-seorang dalam mempergunakan tenaga
ekonominja merasa perlu akan persetudjuan kaumnnja. Kelandjutan dari pada itu
didapati pula, bahwa segala usaha jang berat, jang tidak tekerdjakan oleh
tenaga orang-seorang, dikerdjakan bersama setjara gotong-royong. Bukan sadja
hal-hal jang menurut sistim juridis Barat termasuk kedalam golongan hukum
publik dikerdjakan begitu, tetapi djuga jang mengenai hal-hal privé, seperti
mendirikan rumah, mengerdjakan sawah, mengantar majat kekubur dan lain-lain.
Adat
hidup sematjam itu membawa kebiasaan bermusjawarah. Segala hal jang mengenai
kepentingan umum dipersoalkan bersama-sama dan keputusan diambil dengan kata
sepakat. Seperti disebut dalam pepatah minangkabau : ,,bulek aie dek pambuluah,
bulek kato dek mufakat”. Kebiasaan mengambil keputusan dengan musjawarah dan
mufakat menimbulkan institute rapat pada tingkat jang tertentu, dibawah
pimpinan kepala desa. Segala orang dewasa diantara anggota-anggota asli desa
berhak hadir dalam rapat itu.
Ada
dua anasir lagi dari pada demokrasi desa jang asli di Indonesia. Jaitu hak
untuk mengadakan protes bersama terhadap peraturan-peraturan radja jang
dirasakan tidak adil, dan hak rakjat untuk menyingkir dari aderah kekuasaan
radja, apabila ia merasa tidak senang
lagi hidup disana. Benar atau tidak, jang kemudian ini sering dianggap orang
sebagai hak orang-seorang untuk menentukan nasib sendiri. Hak mengadakan protes
bersama itu biasa dilakukan sampai pada masa jang achir ini. Apabila rakjat
merasakeberatan sekali atas peraturan jang diadakan oleh pembesar daerah, maka kelihatan rakjat datang sekali banjak
kealun-alun dimuka rumahnja dan duduk disitu beberapa lama dengan tiada
melakukan apa-apa. Ini merupakan suatu demonstrasi setjara damai. Tidak sering
rakjat Indonesia dahulu, jang bersifat penurut, berbuat begitu. Akan tetapi,
apabila ia sampai berbuat begitu, maka ia akan mendjadi pertimbangan bagi
penguasa, apakah ia akan mentjabut atau mengubah perintahnja.
Kelima
anasir demokrasi asli itu : rapat, mufakat, gotong-rojong, hak mengadakan
protes bersama dan hak menjingkir dari kekuasaan radja, dipudja dalam
lingkungan pergerakan nasional sebagai pokok jang kuat bagi demokrasi sosial,
jang akan didjadikan dasar pemerintah Indonesia Merdeka dimasa datang. Tidak
semua dari jang tampak bagus pada demokrasi desa dapat dipakai pada tingkat
jang lebih tinggi dan modern. Tetapi sebagai dasar ia dipandang terpakai.
betapapun djuga, orang tak mau melepaskan tjita-tjita demokrasi sosial, jang
banjak sedikitnja bersendi kepada organisasi sosial didalam masjarakat asli
sendiri.
Dalam
segi politik dilaksanakan sistim perwakilan rakjat dengan musjawarah,
berdasarkan kepentingan umum. Demokrasi desa jang begitu kuat hidupnja adalah
pula dasar bagi pemerintahan autonomi jang luas didaerah-daerah sebagai tjermin
dari pada ,,pemerintahan dari jang diperintah”.
Dalam
segi ekonomi, semangat gotong-rojong jang merupakan kopersai sosial adalah
dasar jang sebaik-baiknja untuk membangun kooperasi ekonomi sebagai dasar
perekonomian rakjat. Kejakinan tertanam, bahwa hanja dengan kooperasi dapat
dibangun kemakmuran rakjat.
Dalam
segi sosial diadakan djaminan untuk perkembangan kepribadian manusia. Manusia
bahagia, sedjahtera dan susila mendjadi tudjuan negara.
FILSAFAT
NEGARA KITA
Demikianlah
tumbuh berangsur-angsur dalam pangkuan pergerakan kebangsaan dan kemerdekaan
dahulu tjita-tjita demokrasi sosial jang mendjadi dasar bagi pembentukan Negara
Republik Indonesia jang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Tjita-tjita
itu dituangkan didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sungguhpun tjukup
diketahui isinja, ada baiknja dimuat djuga disini isinja jang lengkap menjegarkan
ingatan kembali.
,,bahwa
sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang
berbahagia dan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Atas
berkat rahmat Allah jang Maha-kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakyat Indonesia
menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian
dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia jang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-undang dasar negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat dengan berdasar keapada :
“Ketuhanan Jang Maha-Esa, Kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam
pemusjawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakjat Indonesia”.
Siapa
jang membatja Pembukaan itu dengan teliti, ia dapat menangkap tiga buah pernjataan jang
penting didalamnja.
Pertama,
pernjataan dasar politik dan tjita-tjita bangsa Indonesia. Kemerdekaan diakui
sebagai hak tiap-tiap bangsa, pendjadjahan harus lenjap diatas dunia karena
bertentangan dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Pernjataan ini, jang
lahi dari penderitaan sendiri, tidak sadja menentukan politik kedalam tetapi
mempengaruhi djuga politik luar negeri Republik Indonesia jang terkenal sebagai
politik bebas dan aktif.
Kedua,
pernjataan tentang berhasilnja tuntutan politik bangsa Indonesia, dengan
karunia Allah. ,,dengan kurnia Allah” ~ ini didalam artinja. Disitu terletak
pengakuan, bahwa Indonesia tidak akan merdeka, djika kemerdekaan itu tidak
diberkati Tuhan. Tuhan memberkati kemerdekaan Indonesia, karena rakjat
Indonesia memperdjuangkannja sungguh-sungguh dengan kuban jang tidak sedikit.
Tjita-tjita jang mendjadi pedoman bukan hanja kemerdekaan bangsa, tetapi suatu
Indonesia jang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pelaksanaan ini
mendjadi kewadjiban moril!
Ketiga,
pernjataan tentang Pantjasila sebagai filsafat atau ideologi negara, iaitu
Ketuhanan Jang Maha-Esa, Peri-kemanusiaan, Persatuan Indonesia, kerakjatan dan
keadilan sosial. Dasar jang tinggi-tinggi ini dirasakan perlu sebagai bimbingan
untuk melaksanakan kewadjiban moril jang berat itu.
Pengakuan
dimuka Tuhan akan berpegang pada pantjasila itu tidak mudah diabaikan. Dan
disitu pulalah terletak djaminan, bahwa demokrasi tidak akan lenjap di
Indonesia. Ia dapat ditekan sementara dengan berbagai rupa. Akan tetapi lenjap
dia tidak. Lenjap demokrasi itu berarti lenjap Indonesia Merdeka.
Djika
diperhatikan benar-benar, Pantjasila itu terdiri atas dua fondamen. Pertama,
fondamen moral, jaitu Ketuhanan Jang Maha-Esa. Kedua, fondamen politik jaitu
peri-kemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi dan keadilan sosial.
Dengan
meletakkan dasar moral diatas diharapkan oleh mereka jang memperbuat Pedoman
Negara ini, supaja negara dan pemerintahnja memperoleh dasar jang kokoh, jang
memerintahkan kebenaran, keadilan, kebaikan, kedjudjuran serta persaudaraan
keluar dan kedalam. Dengan politik pemerintahan jang berdasarkan kepada moral
jang tinggi diharapkan tertjapainja ~seperti jang tertulis dalm Pembukaan itu~
“suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”. Dasar Ketuhanan Jang
Maha-Esa djadi dasar jang memimpin tjita-tjita kenegaraan Indonesia untuk
menjelenggarakan segala jang baik bagi rakjat dan masjarakat, sedangkan dasar
peri-kemanusiaan adalah kelandjutan dengan perbuatan dari pada dasar jang
memimpin tadi dalam praktik hidup. Dasar persatuan Indonesia menegaskan sifat
negara Indonesia sebagai negara nasional jang satu dan tidak terbagi-bagi,
berdasarkan ideologi sendiri. Dasar kerakjatan mentjiptakan pemerintahan jang
adil jang mentjerminkan kemauan rakjat, jang dilakukan dengan rasa tanggung
djawab, agar terlaksana keadilan sosial. Dasar keadilan sosial ini adalah
pedoman dan tudjuan keduan-duanja.
Dengan
dasar-dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan. Pemerintahan negara pada
hakekatnja tidak boleh menjimpang dari djalan jang lurus untuk mentjapai
kebahagiaan rakjat dan keselamatan masjarakat, perdamaian dunia serta
persaudaraan bangsa-bangsa. Dengan bimbingan dasar-dasar jang tinggi dan murni
itu akan dilaksanakan tugas jang tidak dapat dikatakan ringan! Manakala kesasar
sewaktu-waktu dalam perdjalanan, karena kealpaan atau digoda hawa-nafsu, ada
terasa senantiasa desakan ghaib jang membimbing kembali kedjalan jang benar.
Demikianlah
harapan kaum idealis jang merumuskan filsafat negara dan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia dalam saat jang bersejarah, jang menentukan nasib bangsa.
Satu tjiptaan, mungkin terlalu tinggi bagi manusia biasa melaksanakannja,
tetapi sebagai pegangan untuk menempuh djalan jang baik sangat diperlukan.
Dasar-dasar itu menuntut kepada manusia Indonesia, kepada pemimpin-pemimpin
politik dan kepada orang-orang negara untuk melatih diri, supaja sanggup
berbuat baik dan djujur, sesuai dengan djandji jang diperbuat dimuka Tuhan.
DEMOKRASI
HILANG SEMENTARA
Diatas
dasar Pantjasila itu sebagai ideologi negara direntjanakan undang-undang dasar
jang mendjadi sendi politik negara dan politik pemerintah jang dapat dibanding
setiap waktu oleh Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih oleh rakjat menurut hak
pilih jang bersifat umum dan berkesamaan.
Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 tertulis, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakjat, dan
dilakukan sepenuhnja oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat. Madjelis
Permusjawaratan Rakjat ini menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar
dari pada haluan negara. Ia memilih Presiden dan Wakil Presiden, Ia bersidang
sedikit-dikitnja sekali lima tahun. Dalam peraturan ini tersimpul maksud, bahwa
pemerintah Indonesia berdasar kepada rentjana berkala, i.c. lima tahun.
Peraturan tentang Madjelis Permusjawaratan, jang mempunjai kekuasaan tertinggi,
menegaskan sekali lagi bahwa Republik Indonesia berdasarkan demokrasi.
Madjelis
Permusjawaratan Rakjat terdiri atas tiga golongan utusan rakjat. Pertama, Dewan
Perwakilan Rakjat sebagai utusan politik; kedua, utusan-utusan daerah, jang maksudnja
mendjaga perimbangan antara kepentingan negara seluruhnja dan
kepentingan-kepentingan bagiannja; ketiga, utusan-utusan golongan masjarakat,
untuk mendjaga supaja berbagai kepentingan ekonomi, sosial, kultur, agama,
ilmu, d.l.l. dalam masjarakat dan negara terpelihara sebaik-baiknja. Semangat
demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial dan kolektif. Sebab itu mesti ada
harmoni dalam pemeliharaan dan politik pemerintah, jang dapat dibanding setiap
waktu oleh Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih oleh rakjat menurut hak pilih
jang bersifat umum dan berkesamaan.
Tidak
dapat disangkal, bahwa pemimpin-pemimpin partai politik kita dalam masa 10
tahun jang achir ini gagal dalam melaksanakan tugasnja. Mereka lebih banjak
mengabaikan dasar-dasar Pantjasila dari pada menaatinja. Dan akibatnja ialah
bahwa Indonesia makin djauh terpisah dari tjita-tjitanja. Sedjarah Indonesia
sedjak 10 tahun jang achir ini seolah-olah mentjerminkan apa jang dilukiskan
oleh Schiller:
,,Eine
grosse Epoche hat das Jahrhundert geboren
,,Aber
der grosse Moment findet ein kleines Gerschlect”.
Artinja:
,,Suat
masa besar dilahirkan abad,
Tetapi
masa besar itu menemui manusia ketjil”.
Tetapi
sedjarah memberi peladjaran djuga pada manusia. Suatu barang jang bernilai
seperti demokrasi baru dihargai, apabila hilang sementara waktu. Asal bangsa
kita mau beladjar dari kesalahannja dan berpegang kembali kepada ideologi
negara dengan djiwa jang murni, insja Allah, demokrasi jang tertidur sementara
akan terbangun kembali.
LIGA
DEMOKRASI
Dalam
pada itu sudah berdiri sudah berdiri suatu gerakan baru, bernama Liga
Demokrasi, sebagai tantangan kepada Dewan Perwakilan Rakjat gotong-rojong oleh
Presiden Soekarno. Melihat perkembangan dalam waktu jang singkat iniia bakal
mendapat dukungan dari rakjat jang berdjiwa demokrasi dan dari lapisan
masjarakat jang tjemas melihat kedudukan P.K.I. jang diuntungkan.
Liga
Demokrasi dibangunkan oleh orang-orang partai, jang partainja diikut-sertakan
oleh Presiden Soekarno dalam Dewan Perwakilan Rakjat gotong-rojong dan jang
tidak. Titik pertemuan mereka ialah membela demokrasi. Djika ditilik
benar-benar, persatuan hati itu baru terdapat dalam menolak pembentukan Dewan
Perwakilan Rakjat gotong-rojong jang tidak demokratis. Djadinja dalam pendirian
negatif!
Soal
jang penting jaitu sanggupkah Liga Demokrasi menggariskan pendirian bersama
untuk membangun suatu demokrasi jang sehat, jang dapat ditempatkan dalam sistim
Pantjasila? Demokrasi dalm sistim Pantjasila bukanlah demokrasi-demokrasian
atau ,,demokrasi” sebagai topeng belaka. Ia adalah demokrasi jang harus
diberkati oleh Tuhan Jang Maha-Esa, sila pertama jang memimpin seluruh
tjita-tjita kenegaraan kita, seperti diuraikan tadi. Demokrasi kita harus
didjalankan dengan perbuatan jang berdasarkan kebenaran, keadilan, kedjudjuran,
kebaikan, persaudaraan dan peri-kemanusiaan. Sjarat utama untuk melaksanakan
ini ~ jang djuga berlaku bagi segala demokrasi ~ ialah adanja keinsafan tentang
tanggung djawab dan toleransi dan persediaan hati melaksanakan prinsip ,,the
right man in the right place” ~ orang jang tepat pada tempat jang tepat.
Dalam
hal jang pokok-pokok ini untuk melaksanakan demokrasi jang sehat jang kita
tjiptakan praktik politik dan kenegaraan, Liga Demokrasi harus mentjapai garis
persamaan jang terang dan tegas. Djika tidak, persatuan dalam pendirian jang
negatif tidak akan membuahkan suatu haluan jang positif, seperti diperlihatkan
oleh sedjarah kita jang lampau. Berdasarkan garis persamaan jang positif itu
dapt disusun suatu program pembangunan negara dan masjarakat, jang dasarnja
putusan setjara mufakat dan pelaksanaannja dipilih menurut prinsip ,,the right
man in the right place”. Ini menghendaki antara golongan jang bersatu dalam
Liga Demokrasi pertjaja-mempertjajai dan rasa toleransi jang sebesar-besarnja.
Djuga suatu Liga Demokrasi memerlukan idealisme jang umurnja lebih pandjang
dari usia manusia.
Apabila
Liga Demokrasi dapat meletakkan fondamen dan sendi-sendi pokok ini dalam
membangun kembali demokrasi Indonesia jang dalam krisis, besar harapan ia dapat
mendjadi pelopor dalam merintis djalan kembali ke demokrasi Indonesia jang
sehat.
PT.
PUSTAKA ANTARA
DJAKARTA
Mudahnya Mendapat Pahala
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي
الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمنِ:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ
اللهِ الْعَظِيْمِ
Tulisan diatas adalah Matan (Isi) Hadits yang antara lain dinukilkan dalam sahih Bukhari No. 6406. Sebagaimana Arti dari Lafaz Hadits di atas, ialah bahwasanya itu menerangkan perihal mudahnya berucap kebaikan (berzikir). Sesungguhnya, Berzikir itu benar-benar mendapat kemulian di sisi Allah 'Azza wa Jalla.
( Dua kata yang ringan di lidah -mudah untuk diucapkan-, berat di takaran (kebaikan disaat hisab yaumul akhir) dan dicintai oleh-Nya yang Yang Maha Penyayang. Subhaanalahh Wabihamdih, Subhanallahil'azim )
Antara lain, dalam karya tulis resmi, dapat dilihat pada Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Oleh: Abu Nabiel.
Langganan:
Postingan (Atom)